Oleh Komang Era Patrisya

Tradisi unik Saba Ngelemekin di Pura Puseh Bingin, Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, Bali masih dilaksanakan  Masyarakat Adat Pedawa sebagai upaya untuk melestarikan tari Rejang yang hampir punah.

Tradisi warisan nenek moyang  yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali ini jatuh pada Purnama Kepitu, sesuai dengan siklus upacara adat Lelintih Nemu Gelang yang ditentukan dan disepakati melalui Paruman Desa yaitu sebuah lembaga yang berwenang mengambil keputusan tertinggi dalam masalah strategis dan prinsip di desa adat.

Masyarakat  Adat desa Pedawa yang ingin melaksanakan tradisi Saba Ngelemekin ini sehari sebelumnya harus berjalan ke pantai Labuan Aji yang berjarak sekitar 15 km. Tujuannya untuk melakukan pembersihan atau penyucian setelah melakukan perbaikan pura pada upacara puncak Penek Banten.

Penek Banten merupakan istilah yang digunakan untuk menandai hari, dimana hanya Banten milik desa (bukan Banten perorangan) yang dapat dihaturkan di pura tempat berlangsungnya upacara Saba.

Penek Banten akan berlangsung semalam suntuk, dan berakhir sampai dengan adanya Ida Bhatara Tedun (turun) yang dicirikan dengan adanya daratan (trance). Hal yang unik dalam prosesi ini adalah adanya Saa (sesontengan: doa-doa lokal) ) yang dibawakan oleh masing-masing premas, yang diiringi dengan kidung sakral desa Pedawa yang dilantunkan oleh para Deha dan Teruna (perempuan dan laki-laki yang belum menikah).

Prosesi ritualnya berlangsung  siang hingga malam. Siang hari, dipersembahkan tarian-tarian sakral desa Pedawa seperti tarian Baris dan Rejang. Sedangkan, malam harinya digelar Wayon yaitu upacara persembahyangan bersama  disertai sesajen untuk dipersembahkan di Pura.

Sehari setelah pelaksanaan Wayon disebut  Pemaridan. Kemudian, tiga hari setelah Pemaridan dilakukan upacara Nyineb Ida Bhatara atau di Pedawa disebut dengan Pelebaran.

Desa Pedawa merupakan salah satu desa Bali Aga yang berlokasi di Singaraja, Bali. Desa Bali Aga hingga saat ini masih mempertahankan pola hidup yang mengacu pada aturan tradisional adat desa warisan nenek moyang mereka. Desa Bali Aga berbeda dari desa-desa lainnya sehingga dikembangkan sebagai obyek dan daya tarik wisata budaya.

Salah satu yang menarik perhatian dari desa Bali Aga ini adalah Saba Ngelemekin. Saba merupakan istilah lain yang digunakan untuk menyebut ritual adat Dewa Yadnya yang ditujukan untuk Ida Betara yang beristana di Dangkayan  (pura) Desa Pedawa.

Tari Saba Ngelemekin. Dokumentasi AMAN

Hampir Punah

Dalam rangkaian Saba Ngelemekin ada beberapa persembahan tari-tarian, salah satunya adalah Tari Rejang. Sebagai desa tua, Pedawa memilik puluhan jenis tari Rejang. Namun, ada beberapa tari Rejang yang sudah tidak ditarikan lagi selama berpuluh-puluh tahun.

Tokoh adat Bali Wayan Sadyana, yang juga Kepala Sekolah Adat Manik Empul mengakui beberapa tarian tradisional dari desa adat Pedawa mulai hilang, salah satunya tari Rejang. Disebutnya, ada tiga tari Rejang yang mulai hilang karena tidak pernah ditampilkan lagi semenjak kurang lebih 40-50 tahun yang lalu. Ketiga tari Rejang tersebut adalah tari Rejang Kepet, tari Rejang Pengecek Galuh dan tari Rejang Siri Kuri.

Wayan Sadyana menuturkan Sekolah Adat Manik Empul telah melakukan revitalisasi terhadap tari Rejang tersebut. Hasilnya, tarian yang hampir hilang tersebut berhasil ditampilkan dalam ritual Saba Ngelemekin di Pura Bingin dengan jumlah penari sebanyak  56 orang Deha (perempuan yang  belum menikah).

“Kita bersyukur anak-anak muda kita cukup antusias menampilkan tari Rejang di Saba Ngelemekin. Tarian ini harus dijaga kelestariannya agar tidak punah,” kata Wayan Sadyana di kediamannya belum lama ini.

***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Bali

Writer : Komang Era Patrisya | Bali
Tag : AMAN Bali Tari Saba Ngelemekin