Oleh Shinta Aprillia

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menggelar workshop Strategi Komunikasi bertajuk “Menggalang Dukungan Publik untuk Perjuangan Masyarakat Adat” di Rumah AMAN Jalan Sempur Bogor. 

Kegiatan yang berlangsung selama tiga hari mulai 5 - 7 Maret 2025 ini bertujuan merefleksikan dan menyempurnakan strategi komunikasi yang lebih efektif dan berdampak bagi perjuangan hak-hak Masyarakat Adat.

Workshop dipandu tim dari C4C (Communication for Change). Puluhan peserta hadir dalam kegiatan workshop ini, termasuk para Deputi Sekjen AMAN dan perwakilan organisasi sayap AMAN. Kalangan  profesional komunikasi publik, pegiat organisasi non-pemerintah (NGO), organisasi masyarakat sipil, perwakilan pemuda dan praktisi media juga turut hadir di kegiatan workshop.

Sekretaris Jenderal AMAN, Rukka Sombolinggi dalam sambutannya menekankan pentingnya strategi komunikasi dalam menopang perjuangan Masyarakat Adat. Ia mengkritik narasi lama yang secara stereotip menghasilkan perspektif negatif terhadap Masyarakat Adat. Untuk itu, Rukka menyarankan agar memanfaatkan platform TikTok  sebagai alat strategis untuk mengubah narasi negatif yang sering dikaitkan dengan Masyarakat Adat. Tujuannya, untuk membangun solidaritas dan kolaborasi dalam menghadapi tantangan.

“Selain itu, untuk memperkuat dukungan publik terhadap perjuangan hak-hak Masyarakat Adat,” kata Rukka saat membuka Workshop Strategi Komunikasi di Rumah AMAN Bogor.

Sekjen AMAN membuka acara. Dokumentasi AMAN

Pada kesempatan ini, Rukka menyoroti sejarah panjang perjuangan Masyarakat Adat di masa penjajahan Belanda, yang dikenal dengan konsep domain verklaring (hak menguasai negara). Konsep ini telah digunakan untuk merampas hak-hak Masyarakat Adat. Padahal, sebut Rukka, hak-hak Masyarakat Adat telah diakui dalam konstitusi Negara Republik Indonesia. Namun, Menteri Sosial dan Hukum dinilai melangkahi konstitusi dengan membuat aturan yang justru mempersulit pengakuan hak-hak Masyarakat Adat.

Rukka menjelaskan selama ini perjuangan Masyarakat Adat fokus pada upaya melawan ketidakadilan dan mempertahankan hak-hak Masyarakat Adat, termasuk melalui jalur hukum.

“Lahirlah MK 35 yang mengukuhkan kita punya asal usul bahwa hak kita itu sudah ada dari leluhur kita. Hak kita itu bukan hak yang hadir atau diberikan negara, karena itu mereka tidak berhak menguasai tanah-tanah ulayat kita,” imbuhnya.

Rukka menambahkan putusan MK 35 ini mendesak pemerintah untuk mengembalikan wilayah adatnya kepada Masyarakat Adat. Namun dalam praktiknya, putusan MK tersebut masih menghadapi banyak kendala.

“Proses pengembalian wilayah adat dipersulit oleh regulasi yang rumit dan berbelit-belit,” terangnya.

Mengedukasi Masyarakat

Paramita Mohamad dari C4C menyatakan strategi komunikasi yang efektif sangat penting untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap isu Masyarakat Adat. Menurutnya, hal tersebut dapat mengedukasi masyarakat yang belum mengetahui pentingnya isu Masyarakat Adat.

Oleh karena itu, sebutnya, AMAN perlu meningkatkan branding dan marketing untuk membangun framing isu Masyarakat Adat yang kuat.

“Dengan demikian, masyarakat yang sebelumnya tidak aware menjadi lebih peduli terhadap hak dan tantangan yang dihadapi oleh Masyarakat Adat,” terangnya.

***

Penulis adalah volunteer Infokom PB AMAN

Writer : Shinta Aprillia | Jakarta
Tag : AMAN Sulteng C4C