.jpeg)
AMAN Tana Luwu Fasilitasi Penyelesaian Tapal Batas Wilayah Adat
12 Maret 2025 Berita Kamal KhatibOleh Kamal Khatib
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tana Luwu memfasilitasi penyelesaian tapal batas wilayah adat Pontattu, Kanandede dengan wilayah adat Balanalu di Kecamatan Rongkong dan wilayah adat Mangkaluku, Buka, Salupaku di Kecamatan Sabbang.
Penyelesaian tapal batas yang dilaksanakan secara musyawarah selama dua hari mulai 24-25 Februari 2025 tersebut dihadiri tokoh Masyarakat Adat, aparatur pemerintah Desa dan Kecamatan serta perwakilan DPMD Kabupaten Luwu Utara.
Hadir juga perwakilan pengurus Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) Sulawesi Selatan dan JKPP yang turut memfasilitasi musyawarah penyelesaian tapal batas di Rongkong dan Sabbang.
Kepala Biro Unit Kerja Percepatan Pemataan Wilayah Adat (UKP3) AMAN Tana Luwu Kahar menjelaskan pertemuan ini merupakan kegiatan yang amat penting karena membahas tapal batas yang merupakan bagian dari perencanaan tata kelola ruang hidup masyarakat.
Kahar menambahkan hasil musyawarah dari pembahasan tapal batas ini nantinya akan dijadikan rujukan ketika ada konflik tenurial antara Masyarakat Adat.
“Hasil musyawarah tapal batas ini akan menjadi rujukan kita bersama,” kata Kahar disela pertemuan musyawarah penyelesaian tapal batas wilayah adat di Rongkong dan Sabbang.
Pada pertemuan ini, Andre Tandigau, selaku Kepala Biro Advokasi dan Kebijakan AMAN Tana Luwu menyampaikan informasi bahwa wilayah adat Buka dan Salupaku sudah bisa mengajukan pengakuan perlindungan hak-hak Masyarakat Adat karena di Kabupaten Luwu Utara sudah ada Peraturan Daerah (Perda) No. 2 Tahun 2020 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat.
Kepala BRWA Sulawesi Selatan Saenal Abidin dalam paparannya sebagai narasumber di pertemuan ini menyampaikan penyelesaian tapal batas ini bagian terpenting yang perlu kita garis bawahi bersama. Dikatakannya, penetapan hasil musyawarah kesepakatan tapal batas wilayah adat tidak dimaksudkan untuk menghilangkan akses dan hak Masyarakat Adat atas tanahnya. Ketika ada Masyarakat Adat atau keluarga berinisiatif ingin mengajukan pengakuan perlindungan maka harus dilakukan musyawarah terkait batas wilayah, sejarah, perangkat adat, dan aturan.
“Hal ini sesuai amanat UUD 1945 yang tertuang dalam pasal 18 B ayat (2) UUD 1945,” katanya sembari menyebutkan bunyi pasalnya : Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.
Hamriani Maddu dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Luwu Utara menerangkan pembahasan tapal batas wilayah adat ini merupakan representative dari Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat. Ditambahkannya, peraturan tersebut mengandung muatan pedoman pengakuan dan perlindungan Masyarakat Adat.
Hamriani mencontohkan di Kabupaten Luwu Utara sudah ada 6 wilayah adat yang akan mendapat Surat Keputusan (SK) Pengakuan, yaitu wilayah adat di Rongkong meliputi Manganan, Uri, Komba dan wilayah adat di Seko meliputi Turong, Singkalong, Hono.
“Harapannya Surat Keputusan tersebut segera terbit,” katanya singkat.
***
Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Tana Luwu, Sulawesi Selatan