Wilayah Adat di Banggai Kepulauan Terancam Dieksploitasi Perusahaan Tambang
22 Januari 2025 Berita SamsirOleh Samsir
Wilayah Adat di Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah terancam dieksploitasi oleh perusahaan tambang batu gamping atau batu kapur yang telah masuk ke wilayah adat mereka.
Sebanyak lima perusahaan tambang dilaporkan akan melakukan eksploitasi batu gamping di wilayah adat mereka. Kelima perusahaan tambang tersebut adalah PT. Estetika Karya Abirama ( 99 hektar ), PT. Sinergi Tambang Mandiri ( 161 hektar ), PT. Kapur Alam Mandiri ( 198 hektar ), PT. Prima Asia Limeston ( 188.00 hektar ), PT Maleo Berkah Jaya ( 99 hektar).
Dalam peta kawasan konsesi, kelima perusahaan yang berada di desa Binuntuli, wilayah adat Banggai Kepulauan mempunyai luas areal seluruhnya mencapai 745 hektar. Kondisi ini menjadi ancaman terhadap kelangsungan hidup Masyarakat Adat setempat.
Kapala Desa Tangkop Mustarif Moidady mengatakan sebagian besar warga masyarakat yang berada di wilayahnya berprofesi sebagai nelayan dan petani. Jumlahnya mencapai 315 jiwa. Mereka khawatir dengan kehadiran perusahaan tambang yang telah masuk ke wilayah adat Banggai Kepulauan. Sebab, wilayahnya punya potensi sumber daya alam yang berlimpah.
“Di wilayah adat kami, kandungan emas dan batu hitam (galena) sangat berlimpah. Kami khawatir suatu saat perusahaan-perusahaan itu akan mengambilnya,” kata Mustarif.
Dikatakannya, sekitar 15 tahun yang lalu sudah ada aktivitas penambangan emas secara tradisional di wilayahnya. Namun, aktivitas tradisional tersebut sudah berhenti. Mustarif khawatir akan masuk perusahaan tambang ke wilayah adat mereka.
"Bisa jadi, awalnya perusahaan-perusahaan itu mau menggarap batu gamping. Tapi ternyata beralih mengambil emas dan batu hitam (galena)," ungkapnya.
Menurut Mustarif, kehadiran perusahaan tambang di wilayah adat mereka bertentangan dengan predikat yang pernah diraih desa Tangkop sebagai peraih tropi Program Kampung Iklim tahun 2022.
“Ini tidak sejalan dengan masuknya perusahaan tambang batu gamping yang akan berdampak pada lingkungan sekitar. Apalagi, masyarakat di Desa Tangkop selama ini masih menjaga tradisi dan budaya leluhur,” imbuhnya sembari menambahkan masuknya lima perusahaan tambang batu gamping akan menggerus tradisi dan wilayah adat yang ada di Desa Tangkop.
Merusak Lingkungan
Ketua Pelaksana Harian Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Daerah Banggai Kepulauan, Jemianto Maliko mengatakan masuknya lima perusahaan tambang batu gamping di Desa Tangkop dan Desa Binuntuli akan berdampak terhadap kerusakan lingkungan sekitar. Kemudian, menggerus tatanan ekonomi, sosial dan budaya Masyarakat Adat setempat.
Jemianto menuturkan selain merusak lingkungan, operasional perusahaan tambang juga akan mengkikis budaya tradisional Masyarakat Adat seperti perayaan prosesi adat tahunan”Malabot Tumpe” akan tersingkir, diganti dengan suara dinamit dan escavator yang melakukan eksploitasi di wilayah tersebut.
Dikatakannya, jika di lihat dari topografi wilayah, letak Desa Binuntuli dan Desa Tangkop berada paling ujung dan berada di Tanjung yang menyerupai pulau. Menurutnya, ini akan sangat rentan jika ditambang karena yang akan digarap bukan hanya daratan akan tetapi di wilayah pesisir. Apalagi, Desa Tangkop merupakan salah satu wilayah penghasil ikan terbesar di Kabupaten Banggai Kepulauan.
“Selama ini Masyarakat Adat sangat memanfaatkan wilayah pesisir sebagai sumber pangan mereka untuk mencari ikan. Selain itu juga karst yang menjadi objek untuk ditambang, memiliki daya menyerap air hujan yang cukup besar, sehingga menghasilkan sumber sumber mata air yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar,” paparnya.
Oleh karenanya, sebut Jemianto, jika wilayah tersebut ditambang maka otomatis sumber air akan hilang. Volume debu yang akan dihirup oleh masyarakat akan meningkat setiap harinya. Pembukaan lahan skala luas juga bisa menyebabkan terjadinya longsor.
Jemianto menambahkan tidak ada aktivitas penambangan batu gamping yang tidak menggunakan metode blasting atau peledakan. “Ini sangat beresiko bagi anak anak, balita dan lansia. Setiap saat akan ada ledakan dan getaran," jelasnya.
***
Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Sulawesi Tengah