Oleh : Maruli Simanjuntak

Suasana haru bercampur bahagia menandai penyambutan Sorbatua Siallagan di rumahnya usai divonis bebas Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Medan. Ketua Komunitas Masyarakat Adat Ompu Umbak Siallagan itu hanya bisa menangis. Ia pun memeluki satu per satu orang yang ada di rumah itu, sambil berucap: “Terima kasih telah berjuang untuk kebebasan saya”

Sorbatua melontarkan pujian atas putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Medan yang telah membebaskan dirinya dari segala tuntutan pidana. Menurutnya, putusan majelis hakim tersebut telah memberi rasa keadilan baginya.

“Ini putusan yang adil bagi saya,” kata Sorbatua setiba dikediamannya di Huta Dolok Parmonangan, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara pada Sabtu, 19 Oktober 2024.

Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Medan membebaskan Sorbatua Siallagan dari segala tuntutan pidana. Putusan yang diketuai majelis hakim Syamsul Bahri dengan hakim anggota Longser Sormin dan Tumpal Saga ini diketuk pada Kamis, 17 Oktober 2024.

”Melepaskan terdakwa Sorbatua Siallagan dari segala tuntutan penuntut umum. Memerintahkan jaksa penuntut umum membebaskan terdakwa Sorbatua dari rumah tahanan negara,” demikian bunyi putusan majelis hakim.

Putusan itu membatalkan putusan Pengadilan Negeri Simalungun, yakni 2 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan karena menduduki hutan konsesi PT Toba Pulp Lestari.

Sorbatua mengucapkan terima kasih kepada Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) beserta eleman Masyarakat Adat lainnya, organisasi sipil, dan mahasiswa yang telah menyuarakan keadilan untuk mendukung kebebasan dirinya.

Sorbatua menegaskan komitmennya untuk terus memperjuangkan tanah adat leluhur yang telah dirampas oleh perusahaan PT Toba Pulp Lestari (TPL). Sorbatua tidak kapok, bahkan semangatnya makin menyala usai dibebaskan dari penjara. 

Menurutnya, perjuangan untuk mengembalikan wilayah adat yang telah diambil secara paksa dari Masyarakat Adat merupakan keniscayaan yang harus dilakukan. Ia pun berjanji tidak akan berhenti berjuang sampai negara hadir menyelesaikan konflik wilayah adat di Tano Batak.

"Perjuangan ini akan terus berlanjut sampai negara hadir untuk menyelesaikan konflik ini," tandasnya.

Boy Raja Marpaung selaku kuasa hukum Sorbatua Siallagan juga mengapresiasi keputusan Pengadilan Tinggi Medan. Ia menyatakan sejak awal persidangan, perbuatan Sorbatua sebagaimana yang dituntut jaksa tidak dapat dibuktikan.

"Saksi-saksi hanya menduga tanpa ada bukti kuat," jelasnya.

Hal senada disampaikan Doni Munte dari Biro advokasi AMAN Tano Batak bahwa  seharusnya dari awal Sorbatua dibebaskan dari tahanan penjara. Namun, Pengadilan Negeri Simalungun dan Kejaksaan Negeri Simalungun seperti menutup mata dan mencoba memperlama penahanan Sorbatua Siallagan.

“Terbukti, Pengadilan Tinggi Medan membebaskan Sorbatua dari segala tuntutan jaksa. Sorbatua dinyatakan tidak bersalah,” ungkapnya.

Sementara itu, Ketua Pelaksana Harian Wilayah AMAN Tano Batak Jhontoni Tarihoran menyebut keputusan Pengadilan Tinggi Medan harus dihormati oleh semua pihak. Menurutnya, Sorbatua pantas mendapatkan keadilan karena dari awal tidak bersalah. Jhontoni menggambarkan sosok Sorbatua Siallagan sebagai teladan dalam memperjuangkan hak-hak Masyarakat Adat.

“Perjuangan Sorbatua Siallagan patut diteladani, sekalipun taruhannya harus dipenjara,” katanya. 

Jhontoni menerangkan  perjuangan Sorbatua selama ini merupakan simbol keberlanjutan pengelolaan wilayah adat yang lestari dan berkeadilan. Karena itu, akunya, perjuangan ini harus terus didukung, terutama pemerintah pusat dan daerah harus serius menangani konflik perampasan lahan adat di Tano Batak agar kejadian serupa tidak terulang.

Baca juga Solidaritas Masyarakat Sipil Tuntut Keadilan untuk Sorbatua Siallagan


Sorbatua Dijemput Keluarga dari Tahanan Usai Divonis Bebas. Dokumentasi AMAN

Perjalanan kasus penangkapan Sorbatua Siallagan hingga bebas

Sorbatua Siallagan merupakan keturunan Ompu Umbak Siallagan. Ia merupakan pemimpin Masyarakat Adat Dolok Parmonangan. Ia ditangkap Kepolisian Daerah Sumatera Utara pada 22 Maret 2024 atas pengaduan PT Toba Pulp Lestari dengan tuduhan membakar dan menduduki kawasan hutan negara. Penangkapan terjadi saat Sorbatua bersama istrinya sedang membeli pupuk di Parapat, Kabupaten Simalungun. Aksi penangkapan ini mengundang reaksi dari berbagai elemen Masyarakat Adat dan organisasi sipil yang tergabung dalam Aliansi Gerak Tutup TPL. Mereka protes menuntut pembebasan Sorbatua.

Setelah beberapa hari ditahan di penjara Polda Sumut, penahanan Sorbatua ditangguhkan pada 17 April 2024 atas jaminan dari belasan tokoh Masyarakat Adat. Namun, Sorbatua kembali ditahan pada 14 Mei setelah kasusnya dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Simalungun untuk diadili. Dalam putusan sidang pada 14 Agustus, Pengadilan Negeri Simalungun menyatakan Sorbatua Siallagan bersalah dengan hukuman dua tahun penjara dan denda Rp1 miliar. Namun, putusan tersebut diwarnai dissenting opinion dari Hakim Agung Cory Laia yang menyatakan bahwa Sorbatua tidak terbukti bersalah.

Ketidakpuasan atas putusan tersebut mendorong pihak keluarga melalui Tim Advokasi Masyarakat Adat Nusantara (TAMAN) untuk mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Medan. Tim Advokasi menegaskan bahwa lahan yang dikelola Sorbatua adalah tanah adat, bukan kawasan hutan negara sehingga tidak seharusnya dihukum.

Dalam putus banding di Pengadilan Tinggi Medan pada 17 Oktober 2024, majelis hakim menjatuhkan vonis bebas untuk Sorbatua Siallagan.

***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Tano Batak, Sumatera Utara

Writer : Maruli Simanjuntak | Tano Batak, Sumatera Utara
Tag : Tutup TPL Sorbatua Siallagan Pasca Bebas